Tentang Persaingan, Mimpi, dan Persahabatan

By 06.43



Judul: CineUs
Penulis: Evi Sri Rezeki
ISBN: 978-602-7816-56-5
Penerbit: teen@noura
Penyunting: Dellafirayama
Perancang Sampul: Fahmi Ilmansyah
Layout isi: Nurul M. Janna
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Agustus 2013
Harga: Rp48.500
Tebal: xvi + 288

Selagi masih bisa bermimpi, maka teruslah bermimpi!
Mungkin ini terdengar klise. Tapi tanpa disadari dengan terus bermimpi siapapun akan merasa terus hidup, terus bergerak dan tumbuh tanpa menghiraukan segala rintangan dan cobaan.

Evi Sri Rezeki, penulis muda yang berhasil masuk dalam project Noura Books berusaha menyampaikan pesan ini melalui novel Cine Us bergenre remaja. Novel setebal  288 halaman ini dimulai ketika Klub Film yang digawangi Lena, Dion, dan Dania kesulitan mengajak siswa sekolah untuk menonton film produksi mereka. Bukan hanya kesulitan disaat menyebar brosur premiere, mereka juga kesulitan merekrut anggota baru.

Bertiga mereka harus jungkir balik meraih mimpi menjadi seorang sineas. Bahu membahu menyambung nafas demi keberlangsungan Klub Film yang mereka sayangi. Bayangkan untuk berkreasi mereka hanya beranggotakan tujuh orang dengan standar ilmu rata-rata. Citranya makin diperparah sebab minim prestasi. Pihak sekolah pun memberi ultimatum jika klub ini tidak berprestasi akan segera ditutup.

Klub Film menempati ruang kosong di pojok sekolah yang sempit dan berantakan. Sambil memproduksi film, sesekali mereka mengintip webseries pangeran Kodok yang booming di internet. Sangking tergila-gilanya Lena penasaran siapa sebenarnya Pangeran Kodok itu. Terlebih kemampuannya yang cihuy bisa diandalkan bagi klub film yang digawanginya. Maka rentetan kejadian pun dimulai dari sini.

Pencarian Anak Hantu yang muncul dari pohon angker di sudut sekolah, perselisihan Lena dan Adit yang dulunya sempat pacaran, pengkhianatan anggota klub, Dion yang dimanfaatkan oleh klub pesaing, hingga persaingan antar klub menghadapi Festival Film Pendek. Tak peduli ketika menghadapi cibiran, pengkhianatan, bullyan, bahkan kegagalan yang singgah di klub minim anggota ini. Bagi Lena, Dion dan Dania berkarya dan mengejar mimpi adalah segala-galanya.

Novel bersampul biru ini mengusung tema yang beda dan menarik. Sebagai pembaca saya mengacungkan jempol bagi penulis yang berhasil keluar dari tema klise novel remaja kebanyakan. Evi Sri Rezeki berhasil membuat cerita teentlint lebih cerdas dan tidak perlu menyek-menyek. Jujur ketika membaca novel ini saya seperti diajak untuk belajar tentang dunia perfilman. Informasi yang dijabarkan pun bukan sekedar tempelan penguat setting novel. Makin seru ketika di beberapa adegan kerap disisipi referensi judul film dan judul lagu yang sedang booming. Kelihatan sekali jika penulis menguasai apa yang ingin disampaikannya.

Selain hal baru di atas, di novel ini tidak berlaku mainstream cerita remaja yang tokohnya sempurna lahir batin layaknya FTV atau cerita kebanyakan. Seperti diketahui, banyak cerita remaja yang menampilkan tokoh pujaannya yang ganteng, tinggi putih, berjiwa petualangan atau pemain basket nomor wahid di sekolah. Tapi itu tak berlaku di novel ini. Ketertarikan tokoh sentral kepada lawan jenis lebih condong sebab kepinteran intelektual bukan ketertarikan fisik.

Contohnya Rizki yang jago bikin film, berkepribadian dewasa, semangatnya menggebu-gebu, yang bikin hati Lena klepek-klepek ternyata cuma cowok dengan postur dan wajah pas-pasan. Jauh dari kata sempurna sebagai cowok rebutan. Lena sebagai tokoh sentral juga seperti itu, hanya dari keluarga pas-pasan yang masih naik angkutan ke sekolah dan miskin uang jajan.

Evi juga berhasil membangun karakter tokoh pendukung yang dinamis dan kuat seperti Adit, Romi, Lena, Ryan, dan Dania. Hanya Dion yang bagi saya sedikit kabur dan kurang nendang. Dion digambarkan sebagai tokoh yang mengidap ADHD yang membuatnya sedikit telmi dan susah diajak berdiskusi. Tapi di bagian cerita lain, ia menjadi tempat curhat yang baik bagi Lena ketika ia ditinggalkan oleh teman-temannya dan juga tentang percintaan. Agak rancu sih menurut saya, Dion yang dulunya sering tidak nyambung ketika berbicara trus sibuk dengan dunianya sendiri, eh malah menjadi tempat curhat terbaik bagi tokoh sentral dengan permasalah yang kompleks.

Trus yang bikin takjub, keisengan Dion yang merekam semua kegiatan tidak  penting dari awal novel ini bergulir, ternyata menjadi point penting bagi keberhasilan tim Klub Film. Bagi saya ini benar-benar di luar dugaan, dan Evi berhasil membangun struktur ini dengan baik. Soalnya dari awal saya cuma berasumsi rekam merekam itu cuma remeh temeh penguat karakter Dion. Eh, nggak taunya ada sesuatu yang WOOWW di belakang sana!

Untuk pembahasan saya menilai novel ini cukup mengalir dan renyah. Beberapa dialog lucu bikin segar saat dibaca. Nggak garing trus nggak terlalu basi. Misalnya kayak percakapan antara Lena dan Ryan sewaktu Ryan izin mau ke kamar mandi.

"Lurus, belok kanan,mentok! Jangan lupa isi kotak amalnya!” (hlm. 196)

Hahahhaa...

Ditambah juga pembahasan bab nggak terlalu panjang dan bertele-tele. Masing-masing cuma bahas satu ide pokok. Jadi sewaktu membaca saya tidak merasa dijejal bertubi-tubi cerita. Makin manis sebab di beberapa halaman dilampirkan juga ilustrasi, walaupun nggak banyak tapi cukuplah untuk merileks sejenak. Terlebih novel ini lumayan tebal untuk ukuran teentlit.

Memang sih awalnya novel ini sedikit kaku dan membosankan. Mungkin karena bab awal lebih berkutat pada informasi pelengkap cerita. Ditambah lagi karena opening novel ini dibuka dengan prolog yang ceritain kejadian mereka setahun lalu. Hadeuuhh... padahal lebih manis kalau bagian itu diceritakan dalam dialog antar tokoh atau pada narasi cerita, nggak harus dijadikan prolog.

Selain itu saya juga menangkap ada yang missing yang bikin kening sedikit mengernyit. Misalnya konflik yang mulai terasa antara persaingan Adit dan Lena untuk memenangkan kompetisi Festival Film. Disini cerita persaingan mulai dikembangkan di halaman 30-31, ketegangan mulai dimunculkan. Puncaknya mereka berdua sepakat siapa yang kalah harus gulung kabel selama setahun dan cuci kaki si pemenang. Otomatis Lena kalang kabut. Dia berambisi untuk menang dan ambisi ini mengalir sepanjang cerita. Tapi anehnya teror-teror dari Adit yang awalnya muncul malah nggak disinggung sama sekali di bab-bab selanjutnya. Bagusnya tetap ada kek, disinggung beberapa kali di halaman. Ini berfungsi biarfeel panik dan buru-buru tetap terpelihara di benak pembaca. Pertarungan Adit dengan Lena ini baru disinggung lagi di halaman 181. Nah kan, jauh bener...

Missing adegan selanjutnya yang bikin gregretan tentang kelanjutan cinta Dania dan Dion. Agak mengagetkan sih, Dania yang mempunyai karakter tegas dan semangat itu ternyata menyimpan rasa suka ke Dion. Tapi anehnya kelanjutan cinta bikin kaget ini malah hilang nggak dibahas lagi di bab-bab selanjutnya. Sepertinya Evi lupa telah membentuk konflik baru. Akhirnya cinta dua sejoli ini malah mengambang hingga cerita tamat.

Begitu juga ketika Lena mendapat skors dari sekolah. Skorsnya lumayan lama lagi. Sangking lamanya bikin Lena panik dan takut pulang. Tapi bagian ini rupanya nggak berpengaruh sama sekali dengan jalan cerita dan tokoh Lena. Kayaknya cuma sekedar numpang lewat yang kalau dihilangkan juga tidak berpengaruh apa-apa di jalan cerita.

Nah, kalau untuk ending keren! Walaupun udah ketebak kalau cerita teentlit pasti tokoh sentralnya bakal menang atau juara. Tapi disini Evi berhasil membangun rasa penasaran pembaca untuk terus melahap novel ini hingga tuntas. Pinternya lagi, ketika mendekati ending Evi menghadirkan konflik-konflik baru sehingga tetap gregretan ketika dibaca. Semisal konflik Dion yang hilang tiba-tiba, konflik Romi dan Renata, bahkan  konflik berburu deadline untuk Festival Film. Cuma yang agak sedikit bikin feel saya ngedrop ketika tahu ending novel ini malah menampilkan epilog yang berjejal narasi kesuksesan mereka. Dan terkesan memaksa biar pembaca tahu, maksud judul novel Cine Us itu ini lhoo... Termasuk diborongnya juara dua dan tiga di Festival Film oleh pesaing Lena. Entah dibuat sengaja atau gimana, tapi yang pasti dibagian ini saya ngerasa kayak nonton FTV Indonesia.

Secara keseluruhan novel ini seru! Bahasanya renyah kayak makan kerupuk. Ia selayak oase di tumpukan teenlit yang sekarang bejibun dengan tema membosankan. Terlebih lagi di novel ini disisipi beberapa bagian skenario yang dibuat Lena. Jadi sambil membaca novel, pembaca diajak untuk mengetahui gimana sih cara menulis skenario itu! Yah, ngitung-ngitung belajar juga sih.

Tiba-tiba teringat dengan ungkapan follow your passion and success will follow you! Kayaknya ungkapan ini cocok banget untuk Lena cs.  Sebab menurut saya point penting dari novel ini adalah jangan pernah berhenti mengejar mimpi dan passion! Jangan peduli jika hujan badai halilintar atau banjir bandang datang bertubi-tubi. Yang penting fokus dan yakin!

Yuk Baca Lagi!

0 komentar